Kamis, 16 Maret 2017

MODEL PEMBELAJARAN PEMROSESAN INFORMASI

A.    Model Memproses Informasi
            Menurut Oemar Hamalik (2011:128) pemrosesan informasi tersebut merujuk bagaimana cara-cara atau menerima informasi stimuli dari lingkungan, mengorganisasi data, memecahkan masalah, menemukan konsep-konsep, serta menggunakan simbol-simbol verbal dan non verbal. Kemudian menurut Syaiful Sagala (2012:74) informasi yang diberikan dalam bentuk energi fisik tertentu (sinar untuk bahan tertulis, bunyi untuk bahan ucapan, tekanan untuk sentuhan, dan lain-lain) diterima oleh reseptor yang peka terhadap tanda dalam bentuk-bentuk tertentu. Pada model ini, mengutamakan bagaimana membantu siswa agar mampu berpikir produktif, memecahkan masalah dengan kemampuan intelektual yang telah dimiliki oleh peserta didik.
            Model pemrosesan informasi pada dasarnya menitikberatkan pada cara-cara memperkuat dorongan-dorongan internal (datang dari dalam diri) untuk memahami dunia dengan cara menggali dan mengordinasikan data, merasakan adanya masalah dan mengupayakan jalan pemecahannya. Menurut Robert M. Gagne dalam Rusman (2014: 139) dalam proses pembelajaran model pemrosesan informasi terdiri dari delapan fase, yakni sebagai berikut:
1.     Motivasi, fase awal memulai pembelajaran dengan adanya dorongan untuk melakukan suatu tindakan dalam mencapai tujuan tertentu (motivasi instrinsik dan ekstrinsik);
2.     Pemahaman, fase individu menerima dan memahami informasi yang diperoleh dari pembelajaran. Pemahaman didapat melalui perhatian;
3.     Pemerolehan, individu memberikan makna/mempersepsikan segala informasi yang ada pada dirinya sehingga terjadi proses penyimpanan dalam memori peserta didik;
4.     Penahanan, menahan informasi yang sampai pada dirinya sehingga terjadi proses penyimpanan dalam memori siswa;
5.     Ingatan kembali, mengeluarkan kembali informasi yang telah disimpan, bila ada rangsangan;
6.     Generalisasi, menggunakan hasil pembelajaran untuk keperluan tertentu;
7.     Perlakuan, perwujudan perubahan perilaku individu sebagai hasil pembelajaran;
8.     Umpan balik, individu memperoleh feedback dari perilaku yang telah dilakukannya.
            Menurut Rusman (2014:140) pembelajaran pemrosesan informasi ada sembilan langkah yang harus diperhatikan oleh seorang pendidik, yakni sebagai berikut:
1.     Melakukan tindakan untuk menarik perhatian siswa;
2.     Memberikan informasi mengenai tujuan pembelajaran dan topik yang akan dibahas;
3.     Merangsang siswa untuk memulai aktivitas pembelajaran;
4.     Menyampaikan isi pembelajaran sesuai dengan topik yang telah direncanakan;
5.     Memberikan bimbingan bagi aktivitas siswa dalam pembelajaran;
6.     Memberikan penguatan pada perilaku pembelajaran;
7.     Memberikan feedback terhadap perilaku yang ditunjukkan siswa;
8.     Melaksanakan penilaian proses dan hasil;
9.     Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya dan menjawab berdasarkan pengalamannya.

B.    Jenis-jenis Model Pemrosesan Informasi
1.   Model Berpikir Induktif
            Teoretiukus utama: Hilda Taba (1971). Model berpikir induktif (inductive thinking model) didasarkan pada asumsi awal bahwa setiap manusia, termasuk siswa, merupakan konseptor alamiah. Mereka selalu berusaha melakukan konseptualisasi setiap saat, membandingkan dan membedakan objek, kejadian, dan emosi. Untuk memanfaatkan kecenderungan ini, kita harus berusaha mendesain lingkungan pembelajaran efektif dan menugaskan siswa untuk meningkatkan efektivitas mereka dalam membentuk dan menggunakan konsep, sekaligus membantu mereka dalam mengembangkan keterampilan konseptual untuk menyelesaikan semua tugas ini.
a.      Sintak
Tahap 1 : Pembentukan konsep
1)     Guru mengkalkulasi dan membuat daftar
2)     Siswa mengelompokkan daftar
3)     Siswa membuat label dan kategori
Tahap 2 : Interprestasi data
1)     Siswa mengidentifikasi relasi-relasi penting antar kategori
2)     Siswa mengeksplorasi relasi-relasi kategorial
3)     Siswa membuat kesimpulan
Tahap 3 : Penerapan prinsip
1)     Siswa memprediksi konsekuensi, menjelaskan fenomena luar, menyusun hipotesis
2)     Siswa menjelaskan prediksi atau hipotesis
3)     Siswa menguji kebenaran (verifikasi) prediksi

b.     Sistem Sosial
Dalam model ini, atmosfer kelas bersifat kooperatif. Saat guru diposisikan sebagai inisiator pengajar dan penentuan rangkaian aktivitas pembelajaran, maka ia harus bertanggung jawab melakukan kontrol pada siswa secara kooperatif. Akan tetapi, karena siswa yang pada hakikatnya mempelajari strategi tersebut, mereka tentu akan berasumsi bahwa dirinyalah pengontrol yang sebenarnya.

c.      Tugas/Peran Guru
Tugas utama guru adalah memonitor bagaimana siswa memproses informasi dan kemudian mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang relevan. Guru juga harus merasakan kesiapan siswa untuk menjalani pengalaman-pengalaman dan aktivitas-aktivitas kognitif yang baru dengan cara mengasimilasikan dan menggunakan pengalaman-pengalaman ini.

d.     Sistem Dukungan
Model ini dapat diterapkan dalam berbagai bidang kurikulum yang di dalamnya ada banyak data mentah yang perlu diolah. Contoh, dalam mengkaji aspek-aspek ekonomi berbagai negara, siswa memerlukan jumlah data ekonomi yang memadai tentang negara-negara tersebut dan statistik-statistik tentang peristiwa-peristiwa dunia. Kemudian tugas guru adalah membantu mereka memproses data tersebut dengan cara yang lebih kompleks, dan pada saat yang bersamaan membantu mereka meningkatkan kapasitas sistem dukungan itu saat memproses data.

e.      Pengaruh
Model ini terkadang dianggap hanya cocok untuk orang dewasa, padahal sebenarnya tidak. Siswa disemua tingkatan umur bisa memproses informasi dengan leluasa. Pola pikir yang baik selalu mengkombinasikan dua hal, yaitu disiplin dan fleksibilitas. Jika kita membantu siswa menjadi pemikir yang hebat dan fleksibel, kita harus menguasai paradox-paradox dan membuat lingkungan-lingkungan yang menawarkan tantangan dan dukungan yang kuat tanpa perlu memaksakan kemampuan siswa.

2.     Model Pencapaian Konsep
Teoretiukus utama: Jerome Brunner (1967). Pencapaian konsep (concept attainment) merupakan “proses mencari dan mendaftar sifat-sifat yang dapat digunakan untuk membedakan contoh-contoh yang tepat dengan contoh-contoh yang tidak tepat dari berbagai kategori (Brunner, Goodnow, dan Austin, 1967)”.
a.      Sintak
Tahap 1 : Penyajian data dan penyajian konsep
1)     Guru menyajikan contoh-contoh yang telah dilabeli
2)     Siswa membandingkan sifat-sifat/ciri-ciri pada contoh positif dan negatif
3)     Siswa menjelaskan definisi tertentu berdasarkan sifat-sifat/ciri-ciri yang paling penting
Tahap 2 : Ujian pencapaian konsep
1)     Siswa mengidentifikasi contoh-contoh tambahan yang tidak dilabeli dengan tanda “Ya” dan “Tidak”
2)     Guru menguji hipotesis, menamai konsep, dan menyatakan kembali definisi berdasarkan sifat-sifat/ciri-ciri yang paling esensial
3)     Siswa membuat contoh-contoh
Tahap 3 : Analisis strategi berpikir
1)     Siswa mendeskripsikan pemikiran
2)     Siswa mendiskusikan peran sifat-sifat dan hipotesis-hipotesis
3)     Siswa mendiskusikan jenis-jenis dan ragam hipotesis

b.     Sistem Sosial
Sebelum mengajar dengan model pencapaian konsep, guru memilih konsep, menyeleksi dan mengolah bahan menjadi contoh-contoh yang positif dan yang negatif dan mengurutkan/merangkai contoh-contoh tersebut. Dalam banyak kasus, guru harus mempersiapkan contoh-contoh, menggali ide-ide dan bahan-bahan dari buku dan sumber-sumber lain, dan merancangnya sedemikian rupa sehingga ciri-ciri menjadi jelas dan tentu saja, ada contoh-contoh negatif dan positif yang dibuat dari konsep tersebut.

c.      Tugas/Peran Guru
Selama proses pelajaran, guru harus bersikap simpatik pada hipotesis yang dibuat oleh siswa, menekankan bahwa hipotesis itu merupakan hipotesis alamiah dan membangun dialog yang didalamnya siswa dapat menguji hipotesis mereka dengan hipotesis teman-teman yang lain.

d.     Sistem Dukungan
Materi-materi yang berbasis pencapaian konsep mensyaratkan adanya sajian contoh-contoh negatif dan contoh-contoh positif pada siswa. Yang harus ditekankan adalah bahwa tugas siswa dalam pencapaian konsep bukanlah menemukan atau membuat konsep-konsep baru, melainkan mencapai atau mendapatkan konsep-konsep yang sebelumnya telah dipilih oleh guru. Untuk itulah, sumber data dari konsep-konsep tersebut perlu diketahui sebelumnya dan sifat-sifatnya juga harus terlihat dengan jelas.

e.      Pengaruh
Strategi-strategi pencapaian konsep dapat menyempurnakan tujuan-tujuan instruksional, bergantung pada tekanan pelajaran tertentu. Strategi-strategi ini dirancang untuk mengajarkan konsep-konsep yang spesifik dan sifat-sifat dari konsep-konsep itu. Strategi ini juga memungkinkan siswa untuk mempraktikkan logika induktif dan memberi mereka kesempatan untuk mengubah dan mengembangkan strategi-strategi membangun konsep yang telah dimiliki sebelumnya. Pada akhirnya, khusus pada konsep-konsep abstrak, strategi-strategi ini berusaha mendidik kesadaran siswa terhadap perspektif-perspektif alternatif, kepekaan siswa pada nalar logis dalam berkomunikasi, dan toleransi pada ambihuitas.

3.     Model Induktif Kata Bergambar
            Teoretiukus utama: Emily Calhoun (1999). Untuk menjadi pembaca ahli, siswa perlu didorong untuk banyak membaca, mengembangkan kosakata, mengembangkan keterampilan dalam analisis fonetik dan struktural, dan belajar memahami dan memanfaatkan teks-teks yang terhampar luas. Semua ini harus dilakukan oleh siswa saat mereka ingin belajar memahami bacaan lintas kurikulum, yang didalamnya penghimpunan, konseptualisasi, dan penerapan informasi merupakan inti pencapaian yang harus diperoleh siswa. Model induktif kata bergambar  (picture-word inductive model) dirancang untuk menghadapi tantangan itu, utamanya untuk para pembaca pemula ditingkatan dasar dan tingkatan yang lebih tinggi.
a.      Sintak
Tahap 1 : Pengenalan kata bergambar
1)     Guru memilih sebuah gambar
2)     Siswa mengidentifikasi apa yang mereka lihat dalam gambar tersebut
3)     Siswa menandai bagian-bagian gambar yang telah diidentifikasi tadi
Tahap 2 : Identifikasi kata bergambar
1)     Guru membaca/mereview bagian kata bergambar
2)     Siswa mengklasifikasi kata-kata ke dalam berbagai jenis kelompok
3)     Siswa mengidentifikasi konsep-konsep umum dalam kata-kata tersebut ke dalam kelas/golongan kata tertentu
4)     Siswa membaca kata-kata itu dengan merujuk pada bagian jika kata tersebut tidak mereka kenali
Tahap 3 : Review kata bergambar
1)     Guru membaca atau mereview bagian kata bergambar (mengucapkan, mengeja, dan mengucapkan)
2)     Guru menambah kata-kata jika diinginkan, pada bagian kata bergambar atau yang sering dikenal dengan “bank kata”
3)     Siswa memikirkan judul yang tepat untuk bagian kata bergambar tadi
Tahap 4 : Menyusun kata dan kalimat
1)     Siswa menyusun sebuah kalimat, atau suatu paragraf secara langsung yang berhubungan dengan bagian kata bergambar tadi
2)     Siswa mengklasifikasikan seperangkat kalimat yang dapat menghasilkan satu kategori kelompok tertentu
3)     Guru meragakan membuat kalimat-kalimat tersebut secara bersamaan menjadi suatu paragraf yang baik
4)     Guru dan siswa membaca/mereview kalimat-kalimat atau paragraf-paragraf

b.     Sistem Sosial
Model pengajaran ini dilakukan secara kooperatif. Guru bisa membentuk kelompok-kelompok kecil siswa untuk saling berbagi gagasan mengenai gambar-gambar yang disajikan. Ini juga bisa menjadi tugas yang mengasyikkan bagi siswa jika mereka berhasil mengidentifikasi, mengenali dan membuat kalimat berdasarkan kalimat itu.

c.      Tugas/Peran Guru
Guru memegang kunci dalam meningkatkan keterampilan baca tulis siswa. Semakin banyak kosakata yang diketahui siswa melalui pendengaran dan percakapan mereka, semakin banyak pemahaman yang mereka miliki tentang dunia disekitar mereka. Semakin banyak kata yang mereka pahami melalui pembacaan dan penulisan kosakata mereka, semakin banyak kontrol dan pilihan yang mereka miliki dalam hidup, baik di dalam maupun di luar sekolah, dengan akses yang luas pada pengetahuan dan pengalaman, serta dengan potensi yang besar dalam mengajari diri mereka sendiri. Semakin banyak pemahaman yang mereka miliki tentang bagaimana bahasa itu bekerja, semakin kuat mereka menjadi seorang komunikator dan warga negara yang baik.
d.     Sistem Dukungan
Setiap sesi putaran model induktif kata bergambar selalu menggunakan foto yang besar sebagai stimulus umum untuk penulisan kata dan kalimat.

e.      Pengaruh
            Model induktif kata bergambar memiliki pengaruh penting dalam membentuk kemampuan baca tulis siswa. Pengaruh-pengaruh itu bisa dilihat dari kemampuan siswa untuk:
1)     Belajar bagaimana membuat kosakata mereka;
2)     Belajar bagaimana meneliti struktur kata dan kalimat;
3)     Menghasilkan tulisan (judul, kalimat, dan paragraf);
4)     Menghasilkan pemahaman tentang hubungan membaca/menulis;
5)     Mengembangkan keterampilan dan analisis fonetik dan struktural;
6)     Mengembangkan minat dan kemampuan untuk berekspresi dengan cara menulis;
7)     Meningkatkan gairah membaca teks-teks nonfiksi;
8)     Mengembangkan keterampilan bekerja sama dalam belajar bersama orang lain dalam ranah membaca/menulis.

Sumber:
Huda, Miftahul. 2014. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Istarani. 2012. 58 Model Pembelajaran Inovatif. Medan: Media Persada.
Rusman. 2012. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesional Guru. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.





Sabtu, 11 Maret 2017

MODEL PEMBELAJARAN PERUBAHAN PERILAKU


A.    Konsep Model Pembelajaran Modifikasi Tingkah Laku
            Keluarga model-model tingkah laku ini penekanannya adalah atas usaha-usaha menciptakan sistem yang efisien bagi kegiatan-kegiatan pembelajaran dan modifikasi (shaping) tingkah laku dengan manipulasi penguatan (reinforcement). Model modifikasi tingkah laku mengenal perubahan-perubahan tingkah laku lalu mengutamakan perubahan-perubahan eksternal tingkah laku peserta didik beserta deskripsinya berupa tingkah laku yang tampak. Ke dalam keluarga model ini diwakili oleh model operant conditioning (Operant Conditioning Model). Model ini biasanya dipergunakan secara luas untuk mencapai bermacam tujuan. Dapat pula dipergunakan sebagai komplementer terhadap model-model lainnya. Dalam memilih berbagai model biasanya guru menggunakan strategi modifikasi tingkah laku dengan tidak sengaja.

B.    Model-model Sistem Perilaku
            Semua model dalam kelompok ini memiliki dasar teoritis yang sama, suatu body of knowledge yang merujuk pada teori behavioral. Model-model ini menekankan pada upaya untuk mengubah perilaku yang tampak dari para siswa. Beberapa model yang termasuk dalam kategori ini antara lain:
1.     Model Instruksi Langsung
            Instruksi langsung memainkan peran yang terbatas namun penting dalam program pendidikan yang komprehensif. Kritik terhadap instruksi langsung memperingatkan pada kita bahwa pendekatan ini seharusnya tidak digunakan setiap saat, untuk semua pendidikan atau untuk semua siswa. Beberapa keunggulan terpenting dari instruksi langsung ini adalah adanya fokus akademik, arahan dan kontrol guru, harapan yang tinggi terhadap perkembangan siswa, sistem manajemen waktu, dan atmosfer akademik yang relatif stabil.
Sintaks
Tahap 1: Orientasi
a.      Guru menentukan materi pelajaran
b.     Guru meninjau pelajaran sebelumnya
c.      Guru menentukan tujuan pelajaran
d.     Guru menentukan prosedur pengajaran
Tahap 2: Presentasi
a.      Guru menjelaskan konsep atau keterampilan baru
b.     Guru menyajikan representasi visual atas tugas yang diberikan
c.      Guru memastikan pemahaman
Tahap 3: Praktik yang terstruktur
a.      Guru menuntun kelompok siswa dengan contoh praktik dalam beberapa langkah
b.     Siswa merespon pertanyaan
c.      Guru memberikan koreksi terhadap kesalahan dan memperkuat praktik yang telah benar
Tahap 4: Praktik di bawah bimbingan
a.      Siswa berpraktik secara semi-independen
b.     Guru menggilir siswa untuk melakukan praktik dan mengamati praktik
c.      Guru memberikan tanggapan balik berupa pujian, bisikan, maupun petunjuk
Tahap 5: Praktik mandiri
a.      Siswa melakukan praktik secara mandiri di rumah atau di kelas
b.     Guru menunda respon balik dan memberikannya di akhir rangkaian praktik
c.      Praktik mandiri dilakukan beberapa kali dalam periode waktu yang lama
Sistem sosial
Sistem sosial dalam model instruksi langsung ini benar-benar terstruktur.
Peran/tugas guru
Tugas guru adalah menyediakan pengetahuan mengenai hasil-hasil, membantu siswa mengandalkan diri mereka sendiri, dan memberikan reinforcement.
Sistem dukungan
Sistem dukungan mencakup rangkaian tugas pembelajaran, yang terkadang sama rumitnya dengan seperangkat materi yang dikembangkan sendiri oleh tim instruktur.
Pengaruh
Model ini sebagaimana namanya adalah bimbingan dan pemberian respon balik secara langsung. Model ini menuntun siswa untuk mendekati materi akademik secara sistematik. Rancangannya dibentuk untuk meningkatkan dan memelihara motivasi, melalui aktivitas pengendalian diri dan penguatan ingatan terhadap materi-materi yang telah dipelajari.
2.     Model Simulasi
            Simulasi pada hakikatnya di dasarkan pada prinsip sibernetik yang dihubungkan dengan komputer. Fokus utama dalam teori ini adalah munculnya kesamaan antara mekanisme kontrol timbal balik sistem elektronik dengan sistem-sistem manusia. Dengan simulasi, tugas pembelajaran dapat dirancang sedemikian rupa agar tidak begitu rumit daripada tampak di dunia nyata, sehingga siswa bisa dengan mudah dan cepat menguasai skill yang tentu saja akan sangat sulit ketika mereka mencoba menguasai di dunia nyata.
a. Sintaks
Tahap 1: Orientasi
a.      Guru menyajikan topik mengenai simulasi dan konsep yang akan dipakai dalam aktivitas simulasi
b.     Guru menjelaskan simulasi dan permainan
c.      Guru menyajikan ikhtiar simulasi
Tahap 2: Latihan partisipasi
a.      Guru membuat skenario (aturan, peran, prosedur, skor, tipe keputusan yang akan dipilih, dan tujuan)
b.     Guru menugaskan peran simulasi kepada siswa
c.      Siswa melaksanakan praktik dalam jangka waktu yang singkat
Tahap 3: Pelaksanaan simulasi
a.      Guru memimpin aktivitas permainan dan administrasi permainan
b.     Siswa mendapat umpan balik dan evaluasi (mengenai penampilan dan pengaruh keputusan)
c.      Guru menjelaskan kesalahan konsepsi
d.     Siswa melanjutkan simulasi
Tahap 4: Wawancara siswa
a.      Guru menyimpulkan kejadian dan persepsi
b.     Siswa menyimpulkan kesulitan dan pandangan-pandangannya
c.      Guru dan siswa menganalisis proses
d.     Guru dan siswa membandingkan aktivitas simulasi dengan dunia nyata
e.      Siswa menghubungkan aktivitas simulasi dengan materi pelajaran
f.       Guru menilai dan kembali merancang simulasi
Sistem sosial
Sistem sosial adalah simulasi yang tentu saja sangat kental. Namun, dalam sistem yang terstruktur, lingkungan pembelajaran dengan interaksi kooperatif bisa, dan seharusnya berkembang. Kesuksesan terakhir dalam simulasi sebenarnya juga ditentukan oleh kerjasama dan kemauan untuk berpartisipasi dalam diri siswa.
Peran/tugas guru
Peran guru tidak jauh berbeda dengan fasilitator. Selama proses simulasi ia harus menunjukkan sikap yang tidak evaluatif namun tetap suportif. Di sini guru bertugas menyajikan, lalu memfasilitasi pemahaman dan penafsiran tentang aturan-aturan simulasi.
Sistem pendukung
Ada banyak sumber dalam hal ini. Misalnya saja, social science education consortium data book yang menyajikan lebih dari lima puluh simulasi yang cocok digunakan dalam studi sosial. Aktivitas-aktivitas simulasi juga direview secara regular dalam jurnal social education.
Pengaruh
Model simulasi melalui aktivitas nyata dan diskusi di awal kegiatan dapat menuntun pada pencapaian hasil-hasil akademik seperti konsep dan skill, kerjasama dan persaingan, pemikiran kritis dan pembuatan keputusan, pengetahuan sistem politik, sosial, dan ekonomi, efektivitas, kesadaran terhadap masing-masing peran dan menerima konsekuensi yang dilakukan.

3.     Operant Conditioning (Operant Conditioning Model)
            Pengetahuan tentang operant conditioning model ini berasal dari ilmuwan B.F Skinner dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa melalui hubungan antara tindakan-tindakan dengan konsekuensinya, kita belajar berperilaku dengan cara-cara tertentu. Model ini merupakan proses pembelajaran melalui rewards dan punishmant, atau disebut juga instrumental conditioning, yakni perilaku kita biasanya menghasilkan konsekuensi. Jika aktivitas yang kita lakukan berdampak menyenangkan  (positif), maka dimasa yang akan datang kita cenderung untuk tidak mengulangnya. Gejala ini disebut sebagai the law of effect yang sangat fundamental bagi operant conditioning.
Sintaks
Fase I : Perhatian (attention)
Fase II : Penguasaan (retention)
Fase III: Penciptaan kembali perilaku (behavioral reproduction)
Fase IV : Motivasi (motivation)
Prinsip reaksi
a.      Guru memberi model sebagai petunjuk kepada peserta didik bagaimana aktivitas yang efektif
b.     Peserta didik melakukan aktivitas berdasarkan model (meniru) yang diberikan
c.      Guru memberi motivasi dan penghargaan
Sistem sosial
a.      Punishment merupakan penetapan konsekuensi negatif atas perilaku yang tidak diinginkan. Punishment ditetapkan agar perilaku tersebut tidak dilakukan.
b.     Extinction merupakan satu proses penghilangan perilaku yang semula diharapkan untuk dilakukan. Extinction dilakukan dengan cara tidak lagi memberikan konsekuensi atas perilaku yang semula diinginkan tersebut atau dengan cara menghentikan konsekuensi positif atas perilaku yang dihilangkan.
Sistem pendukung
Sistem pendukungnya terutama terletak pada kompetensi guru mengenal karakteristik peserta didik, khususnya kondisi mental dan kejiwaan peserta didik.

C.    Karakteristik Modifikasi Perilaku
a.      Fokus pada perilaku (focuses on behavior)
Artinya menempatkan penekanan pada perilaku yang dapat diukur berdasarkan atas dimensi-dimensinya, seperti frekuensi, durasi, dan intensitasnya.
b.     Menekankan pengaruh belajar dan lingkungan
Artinya bahwa prosedur dan teknik treatment menekankan pada modifikasi lingkungan tempat dimana individu tersebut berada, sehingga membantunya dalam berfungsi secara lebih baik dalam masyarakat.
c.      Mengikuti pendekatan ilmiah
Artinya bahwa penerapan modifikasi perilaku memakai prinsip-prinsip dalam psikologi belajar, dengan penempatan orang, objek, situasi, atau peristiwa sebagai stimulus, serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
d.     Menggunakan metode-metode aktif dan pragmatik untuk mengubah perilaku
Maksudnya bahwa dalam modifikasi perilaku lebih mengutamakan aplikasi dari metode atau teknik-teknik yang telah dikembangkan dan mudah untuk diterapkan.

D.    Prinsip-Prinsip dalam Modifikasi Perilaku
a.      Kebanyakan tingkah laku manusia adalah hasil belajarnya, karena itu dapat diubah dengan belajar.
b.     Target tingkah laku yang mudah diubah adalah tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur. Tingkah laku itu perlu dirinci dengan jelas indikatornya.
c.      Tingkah laku dapat diubah dengan memanipulasi kondisi belajar.
d.     Meskipun ada keterbatasan tertentu (pengaruh temperamen atau emosional), semua anak berfungsi lebih efektif, jika mengalami konsekuensi yang tepat.

Sumber:
Sarbaini. 2011. Model Mengajar Berbasis Kognitif dan Moral. Yogyakarta: Aswijaya Pressindo.
Sardiman. 2011. Interaksi  dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta:  PT Raja Grafindo Persada.

Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.