Mengapa
dikatakan model pembelajaran sosial? Karena pendekatan pembelajaran yang
termasuk dalam kategori model ini menekankan hubungan individu dengan
masyarakat atau orang lain. Model-model dalam kategori ini difokuskan pada peningkatan
kemampuan individu dalam berhubungan dengan orang lain, terlibat dalam proses
demokratis, dan bekerja secara produktif dalam masyarakat.
Dalam hal
ini, akan dipelajari tiga model pembelajaran yang termasuk ke dalam pendekatan
pembelajaran sosial, yaitu (1) model pembelajaran bermain peran, (2) model
pembelajaran simulasi sosial, dan (3) model pembelajaran telaah atau kajian
yurisprudensi. Namun, kali ini yang saya bahas hanya dua model.
A. MODEL
PEMBELAJARAN BERMAIN PERAN
Pengertian
Model ini, Pertama,
dibuat berdasarkan asumsi bahwa sangatlah mungkin menciptakan analogi otentik
ke dalam suatu situasi permasalahan kehidupan nyata. Kedua, bahwa
bermain peran dapat mendorong siswa mengekspresikan perasaannya dan bahkan
melepaskan. Ketiga, bahwa proses psikologis melibatkan sikap, nilai, dan
keyakinan (belief) kita serta mengarahkan pada kesadaran melalui
keterlibatan spontan yang disertai analisis. Model ini dipelopori oleh George
Shaftel.
Dalam
kehidupan nyata, setiap orang mempunyai cara yang unik dalam berhubungan dengan
orang lain. Masing-masing dalam kehidupan memainkan sesuatu yang dinamakan
peran. Oleh karena itu, untuk dapat memahami diri sendiri dan orang lain
(masyarakat) sangatlah penting bagi kita untuk menyadari peran dan bagaimana peran
tersebut dilakukan. Untuk kebutuhan ini, kita mampu menempatkan diri dalam
posisi atau situasi orang lain dan mengalami/mendalami sebanyak mungkin pikiran
dan perasaan orang lain tersebut. Kemampuan ini adalah kunci bagi setiap
individu untuk dapat memahami dirinya dan orang lain yang pada akhirnya dapat
berhubungan dengan orang lain (masyarakat).
Bermain
peran sebagai suatu model pembelajaran bertujuan untuk membantu siswa
menemukan makna diri (jati diri) di dunia sosial dan memecahkan dilema dengan
bantuan kelompok. Artinya, melalui bermain peran siswa belajar menggunakan
konsep peran, menyadari adanya peran-peran yang berbeda dan memikirkan perilaku
dirinya dan perilaku orang lain. Proses bermain peran ini dapat memberikan
contoh kehidupan perilaku manusia yang berguna sebagai sarana bagi siswa untuk:
(1) menggali perasaannya, (2) memperoleh inspirasi dan pemahaman yang
berpengaruh terhadap sikap, nilai, dan persepsinya, (3) mengembangkan keterampilan
dan sikap dalam memecahkan masalah, dan (4) mendalami mata pelajaran dengan
berbagai macam cara. Hal ini akan bermanfaat bagi siswa pada saat terjun ke
masyarakat kelak karena ia akan mendapatkan diri dalam suatu situasi di mana
begitu banyak peran terjadi, seperti dalam lingkungan keluarga, bertetangga,
lingkungan kerja, dan lain-lain.
Prosedur Pembelajaran
Keberhasilan
model pembelajaran melalui bermain peran tergantung pada kualitas permainan
peran (enactment) yang diikuti dengan analisis terhadapnya. Di samping
itu, tergantung pula pada persepsi siswa tentang peran yang dimainkan terhadap
situasi yang nyata (real life situation).
Prosedur
bermain peran terdiri atas sembilan langkah, yaitu: Langkah pertama, pemanasan.
Guru berupaya memperkenalkan siswa pada permasalahan yang mereka sadari sebagai
suatu hal yang bagi semua orang perlu mempelajari dan menguasainya. Bagian
berikutnya dari proses pemanasan adalah menggambarkan permasalahan dengan jelas
disertai contoh. Hal ini bisa muncul dari imajinasi siswa atau sengaja
disiapkan oleh guru.
Langkah
kedua, memilih pemain (partisipan). Siswa dan guru membahas karakter dari
setiap pemain dan menentukan siapa yang akan memainkannya. Dalam pemilihan
pemain ini, guru dapat memilih siswa yang sesuai untuk memainkannya atau siswa
sendiri yang mengusulkan akan memainkan siapa dan mendeskripsikan
peran-perannya. Langkah kedua ini lebih baik. Langkah pertama dilakukan jika
siswa pasif dan enggan untuk berperan apa pun.
Langkah
ketiga, menata panggung. Dalam hal ini guru mendiskusikan dengan siswa di mana
dan bagaimana peran itu akan dimainkan. Apa saja kebutuhan yang diperlukan.
Penataan panggung ini dapat sederhana atau kompleks. Yang paling sederhana adalah
hanya membahas skenario (tanpa dialog lengkap) yang menggambarkan urutan
permainan peran. Misalnya siapa dulu yang muncul, kemudian diikuti oleh siapa,
dan seterusnya. Sementara penataan panggung yang lebih kompleks meliputi
aksesoris lain seperti kostum dan lain-lain. Konsep sederhana memungkinkan
untuk dilakukan karena intinya bukan kemewahan panggung, tetapi proses bermain
peran itu sendiri.
Langkah
keempat, guru menunjuk beberapa siswa sebagai pengamat. Namun demikian, penting
untuk dicatat bahwa pengamat di sini harus juga terlibat aktif dalam permainan
peran. Untuk itu, walaupun mereka ditugaskan sebagai pengamat, guru sebaiknya
memberikan tugas peran terhadap mereka agar dapat terlibat aktif dalam
permainan peran tersebut.
Langkah
kelima, permainan peran di mulai. Permainan peran dilaksanakan secara spontan.
Pada awalnya akan banyak siswa yang masih bingung memainkan perannya atau
bahkan tidak sesuai dengan peran yang seharusnya ia lakukan. Bahkan, mungkin
ada yang memainkan peran yang bukan perannya. Jika permainan peran sudah
terlalu jauh keluar jalur, guru dapat menghentikannya untuk segera masuk ke
langkah berikutnya.
Langkah
keenam, guru bersama siswa mendiskusikan permainan tadi dan melakukan evaluasi
terhadap peran-peran yang dilakukan. Usulan perbaikan akan muncul. Mungkin ada
siswa yang meminta untuk berganti peran. Atau bahkan alur ceritanya akan
sedikit berubah. Apa pun hasil diskusi dan evaluasi tidak jadi masalah.
Setelah
diskusi dan evaluasi selesai, dilanjutkan langkah ketujuh, yaitu permainan
peran ulang. Seharusnya, pada permainan peran kedua ini akan berjalan lebih
baik. Siswa dapat memainkan perannya lebih sesuai dengan skenario.
Dalam
diskusi dan evaluasi pada langkah kedelapan, pembahasan diskusi dan evaluasi
lebih diarahkan pada realitas. Mengapa demikian? Karena pada saat permainan
peran dilakukan, banyak peran yang melampaui batas kenyataan. Misalnya seorang
siswa memerankan peran orang tua yang galak. Kegalakan yang dilakukan orang tua
ini dapat dijadikan bahan diskusi.
Pada langkah
kesembilan, siswa diajak untuk berbagi pengalaman tentang tema permainan peran
yang telah dilakukan dan dilanjutkan dengan membuat kesimpulan. Misalnya siswa
akan berbagi pengalaman tentang bagaimana ia dimarahi habis-habisan oleh
ayahnya. Kemudian guru membahas bagaimana sebaiknya siswa menghadapi situasi
tersebut. Seandainya jadi ayah dari siswa tersebut, sikap seperti apa yang
sebaiknya dilakukan. Dengan cara ini, siswa akan belajar tentang kehidupan.
Aplikasi
Melalui
permainan peran, siswa dapat meningkatkan kemampuan untuk mengenal perasaannya
sendiri dan perasaan orang lain. Mereka memperoleh cara berperilaku baru untuk
mengatasi masalah seperti dalam permainan perannya dan dapat meningkatkan
keterampilan memecahkan masalah.
B.
MODEL PEMBELAJARAN SIMULASI SOSIAL
Pengertian
Simulasi berasal dari kata simulate
yang artinya pura-pura atau berbuat seolah- olah. Kata simulation artinya
tiruan atau perbuatan yang pura-pura. Dengan demikian, simulasi dalam metode
pembelajaran dimaksudkan sebagai cara untuk menjelaskan sesuatu (bahan
pelajaran) melalui perbuatan yang bersifat pura-pura. Atau bermain peran
mengenai tingkah laku yang dilakukan seolah-olah dalam keadaan yang sebenarnya
(Ismail SM, 2008:24).
Simulasi merupakan suatu metode pembelajaran
praktek interaktif yang melibatkan penciptaan situasi atau ruang belajar dalam
suatu program pelatihan. Tujuan dari simulasi adalah untuk memunculkan
pengalaman pembelajaran selama mengikuti program pelatihan. Metode ini mirip
dengan permainan peran, tetapi dalam simulasi peserta lebih banyak berperan
sebagai dirinya sendiri saat melakukan kegiatan. Misalnya sebelum melakukan
praktek penerbangan, seorang siswa sekolah penerbangan melakukan simulasi
penerbangan terlebih dahulu (belum benar-benar terbang). Metode simulasi telah
diterapkan dalam pendidikan lebih dari tiga puluh tahun. Pelopornya adalah
Sarene Boocock dan Harold Guetzkow.
Prosedur Pembelajaran
Proses simulasi tergantung pada
peran guru/fasilitator. Ada empat prinsip yang harus dipegang oleh
fasilitator/guru. Pertama adalah penjelasan. Untuk melakukan simulasi, pemain
harus benar-benar memahami aturan mainnya, oleh karena itu sebelum permainan dimulai,
guru/fasilitator harus menjelaskan tentang aturan permainan dalam simulasi. Kedua
adalah mengawasi. Simulasi dirancang untuk tujuan tertentu dengan aturan dan
prosedur permainan tertentu. Oleh karena itu, fasilitator harus mengawasi
jalannya permainan agar dapat berjalan sesuai dengan ketentuan. Ketiga adalah
melatih. Dalam simulasi, pemain akan melakukan kesalahan. Oleh karena itu,
fasilitator harus memberikan bimbingan, saran, dan petunjuk agar pemain tidak
mengulangi kesalahan yang sama. Keempat adalah diskusi. Dalam simulasi,
refleksi menjadi bagian yang penting. Oleh karena itu, setelah simulasi
selesai, fasilitator harus mendiskusikan beberapa hal antara lain: kesulitan-kesulitan,
hikmah yang bisa diambil, bagaimana memperbaiki kekurangan simulasi, dan
sebagainya (Hamzah B. Uno, 2007:29).
Dalam permainan simulasi, yang harus dilakukan oleh guru adalah, (1) mempersiapkan siswa yang menjadi pemeran simulasi, (2) menyusun skenario dengan memperkenalkan siswa terhadap aturan, peran, prosedur, pemberi skor (nilai), tujuan permainan, dan lain- lain. Guru menunjuk siswa untuk memegang peran-peran tertentu dan mengujicobakan simulasi untuk memastikan bahwa seluruh siswa memahami aturan main simulasi tersebut, dan (3) melaksanakan simulasi, siswa berpartisipasi dalam permainan simulasi dan guru melakukan peranannya sebagaimana mestinya.
Aplikasi
Permainan simulasi dapat merangsang berbagai bentuk belajar, seperti belajar tentang persaingan (kompetisi), kerja sama, empati, sistem sosial, konsep, keterampilan, kemampuan berpikir kritis, pengambilan keputusan, dan lain-lain. Namun demikian, model simulasi agak berbeda dengan model-model lain. Model ini agak rumit, tergantung pada pengembangan simulasi yang tepat, baik yang melibatkan peneliti, pengembang, perusahaan komersial, guru atau kelompok guru, dan lain-lain. Dewasa ini, dengan semakin majunya teknologi komunikasi dan informasi, seperti komputer dan multimedia, telah banyak permainan simulasi dihasilkan untuk berbagai kebutuhan yang mencakup berbagai topik dari berbagai disiplin ilmu (mata pelajaran).
Dalam permainan simulasi, yang harus dilakukan oleh guru adalah, (1) mempersiapkan siswa yang menjadi pemeran simulasi, (2) menyusun skenario dengan memperkenalkan siswa terhadap aturan, peran, prosedur, pemberi skor (nilai), tujuan permainan, dan lain- lain. Guru menunjuk siswa untuk memegang peran-peran tertentu dan mengujicobakan simulasi untuk memastikan bahwa seluruh siswa memahami aturan main simulasi tersebut, dan (3) melaksanakan simulasi, siswa berpartisipasi dalam permainan simulasi dan guru melakukan peranannya sebagaimana mestinya.
Aplikasi
Permainan simulasi dapat merangsang berbagai bentuk belajar, seperti belajar tentang persaingan (kompetisi), kerja sama, empati, sistem sosial, konsep, keterampilan, kemampuan berpikir kritis, pengambilan keputusan, dan lain-lain. Namun demikian, model simulasi agak berbeda dengan model-model lain. Model ini agak rumit, tergantung pada pengembangan simulasi yang tepat, baik yang melibatkan peneliti, pengembang, perusahaan komersial, guru atau kelompok guru, dan lain-lain. Dewasa ini, dengan semakin majunya teknologi komunikasi dan informasi, seperti komputer dan multimedia, telah banyak permainan simulasi dihasilkan untuk berbagai kebutuhan yang mencakup berbagai topik dari berbagai disiplin ilmu (mata pelajaran).
Sumber:
http://ahmadnurhidayatarya.blogspot.co.id/2011/03/model-pembelajaran-simulasi-sosial.html. Diakses pada tanggal 22 Februari 2017.
http://yusrikeren85.blogspot.co.id/2011/11/model-pembelajaran-sosial.html. Diakses pada tanggal 22 Februari 2017.