A. Konsep
Model Pembelajaran
Istilah
model diartikan sebagai barang atau benda tiruan dari benda sesungguhnya,
seperti globe adalah model dari bumi tempat kita hidup. Dalam konteks
pembelajaran, Joyce dan Weil (Udin S.Winataputra, 2001) mendefinisikan model sebagai
kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu
kegiatan. Jadi, model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan
prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan belajar tertentu.
Untuk
memilih atau menentukan model pembelajaran yang sesuai untuk peserta didik pada
jenjang pendidikan tertentu, perlu disesuaikan dengan tingkat perkembangan
peserta didik dan prinsip-prinsip belajar (seperti kecepatan belajar, motivasi,
minat, keaktifan siswa dan umpan balik/penguatan), serta yang tidak kurang
pentingnya adalah bahwa pemilihan model-model pembelajaran seharusnya berbasis
pada pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada konsep pembelajaran
mutakhir. Berikut ini ada beberapa hal penting mengenai model pembelajaran,
yaitu:
1.
Istilah
“model” diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan
sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan.
2.
Pada
pembelajaran, istilah model diartikan
sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar
tertentu. Model berfungsi sebagai pedoman bagi pembelajar dalam merencanakan
dan melaksanakan aktivitas pembelajaran.
3.
Model
dapat diartikan sebagai suatu pola yang digunakan dalam
menyusun kurikulum, merancang dan menyampaikan materi, mengorganisasikan
pebelajar, dan memilih media dan metode dalam suatu kondisi pembelajaran.
Model menggambarkan tingkat terluas dari praktek pembelajaran dan
berisikan orientasi filosofi pembelajaran, yang digunakan untuk menyeleksi
dan menyusun strategi pengajaran, metode, keterampilan, dan aktivitas
pebelajar untuk memberikan tekanan pada salah satu bagian pembelajaran
(topik konten).
Metode
pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan
praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode
pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi
pembelajaran. Model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada
strategi, metode atau prosedur pembelajaran. Istilah model pembelajaran
mempunyai 4 ciri khusus yang tidak dipunyai oleh strategi atau metode
pembelajaran:
1.
Rasional teoritis yang logis yang disusun
oleh pendidik.
2.
Tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
3.
Langkah-langkah mengajar yang diperlukan
agar model pembelajaran dapat dilaksanakan secara optimal.
4.
Lingkungan belajar yang diperlukan agar
tujuan pembelajaran dapat dicapai.
Komponen
Model Pembelajaran
Berbicara
lebih jauh tentang model pembelajaran, Joyce dan Weil (1986) mengemukakan
beberapa key ideas yang perlu kita pahami sebagai komponen
suatu model pembelajaran:
1.
Sintaks (Syntax) daripada model, yaitu langkah-langkah,
fase-fase, atau urutan kegiatan pembelajaran. Jadi sintaks adalah deskripsi model dalam action.
Setiap model mempunyai sintaks atau struktur model yang berbeda-beda
2.
Prinsip
Reaksi (Principle of
Reaction) yaitu reaksi pembelajar
atas aktivitas-aktivitas pebelajar. Jadi prinsip reaksi akan membantu memilih
reaksi-reaksi apa yang efektif dilakukan pebelajar.
3.
Sistem-Sosial (social system)
Sistem
sosial ini mencakup, 3 (tiga) pengertian utama yaitu:
-
deskripsi
rnacam-macam peranan pembelajar dan pebelajar,
-
deskripsi
hubungan hirarkis/otoritas pembelajar dan pebelajar,
-
deskripsi
macam-macam kaidah untuk mendorong pebelajar.
Sistem sosial sebagai unsur model agaknya kurang
berstruktur dibandingkan dengan unsur sintaks.
4.
Sistem
Pendukung (Support System)
Sistem
pendukung ini sesungguhnya merupakan kondisi yang dibutuhkan oleh suatu
model. Jadi, bukanlah model itu sendiri. Sistem pendukungnya bertolak dari
pertanyaan-pertanyaan dukungan apa yang dibutuhkan oleh suatu model
agar tercipta lingkungan khusus. Dalam hubungan ini, sistem pendukung itu
berupa kemampuan/keterampilan dan fasilitas-fasilitas teknis. Sistem
pendukung diturunkan dari dua sumber yaitu kekhususan-kekhususan peranan
pembelajar dan tuntutan pebelajar.
Dalam
proses pembelajaran umumnya membutuhkan transkrip atau deskripsi peristiwa
pembelajaran bagi pengguna model-model tertentu. Di samping itu dibutuhkan
pula analisis kesulitan pelajaran dan analisis kesulitan-kesulitan khusus
penggunaan model. Sebagaimana telah dikemukakan bahwa setiap model mempunyai
kegunaan utama di samping kegunaan-kegunaan lainnya yang dapat diterima.
5.
Dampak instuksional (Instructional effects)
Dalam hal
ini beberapa model didesain untuk tujuan-tujuan yang amat spesifik dan
beberapa lainnya dapat dipergunakan secara umum. Penggunaan model manapun
harus dapat memberi efek belajar bagi pebelajar. Efek belajar ini dapat
berupa direct atauinstructional effects atau
berupa indirect. Instructional effects adalah
pencapaian tujuan sebagai akibat kegiatan-kegiatan
instruksional. Biasanya beberapa pengetahuan/ketrampilan.
6.
Dampak Pengiring (nurturant effect)
nurturant
effect adalah efek-efek
pengiring yang ditimbulkan model karena pebelajar menghidupi (living in)
sistem lingkungan belajar, misalnya kemampuan berpikir kreatif
sikap terbuka dan sebagainya. Seorang pembelajar memiliki model atau
strategi pembelajaran
karena ingin mencapai instructional effects dan nurturant
effects.
B. Konsep Pengembangan
Pembelajaran
Clarence
Schauer menyebut pengembangan pembelajaran (pengembangan instruksional) sebagai
perencanaan secara akal sehat untuk mengidentifikasikan masalah belajar dan
mengusahakan pemecahan masalah tersebut dengan menggunakan suatu rencana
terhadap pelaksanaan, evaluasi,
uji coba, umpan balik, dan hasilnya. Twelker, Urbach, dan Buck mendefinisikan pengembangan pembelajaran sebagai cara yang sistematik untuk mengidentifikasi,
mengembangkan, dan mengevaluasi satu set bahan dan strategi belajar dengan maksud
mencapai tujuan tertentu. Suparman menyebut pengembangan pembelajaran sebagai suatu proses yang sistematik meliputi identifikasi
masalah, pengembangan strategi dan bahan instruksional, serta evaluasi terhadap
strategi dan bahan instruksional dalam mencapai tujuan pembelajaran secara
efektif dan efisien (Suparman, 1991).
Berdasarkan
beberapa pengertian para ahli maka dapat disimpulkan bahwa pengembangan pembelajaran adalah serangkaian proses yang dilakukan untuk menghasilkan suatu
sistem pembelajaran.
Model pengembangan pembelajaran yang dikembangkan oleh Dick & Carey telah lama digunakan untuk
menciptakan program pembelajaran yang efektif, efisien, dan menarik. Model yang
dikembangkan didasarkan pada penggunaan pendekatan sistem terhadap
komponen-komponen dasar dari desain sistem pembelajaran yang meliputi analisis, desain, pengembangan,
implementasi, dan evaluasi (Benny, 2010).
Menurut
pendekatan model Dick & Carey dalam Trianto (2010) terdapat beberapa
komponen yang akan dilewati dalam proses pengembangan
dan perancangan pembelajaran yang berupa urutan
langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Identifikasi tujuan
(identity instructional goals)
Tahap awal model ini adalah menentukan apa
yang diinginkan agar siswa dapat melakukannya ketika mereka telah menyelesaikan
program pengajaran. Definisi tujuan pengajaran mengacu pada kurikulum tertentu
atau juga berasal dari daftar tujuan sebagai hasil need analysis, atau dari pengalaman
praktek dengan kesulitan belajar siswa di dalam kelas.
2.
Melakukan analisis
instruksional (conducting a goal analysis)
Setelah mengidentifikasi tujuan pembelajaran,
maka akan ditentukan apa tipe belajar yang dibutuhkan siswa. Tujuan yang
dianalisis untuk mengidentifikasi keterampilan yang lebih khusus lagi yang
harus dipelajari. Dalam melakukan analisis instruksional kompetensi yang
diharapkan berupa pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Analisis ini akan
menghasilkan chart atau diagram tentang keterampilan-keterampilan/konsep dan
menunjukkan keterkaitan antara keterampilan/konsep tersebut.
3.
Mengidentifikasi
tingkah laku awal/karakteristik siswa (identity entry behaviours, characteristic)
Ketika melakukan analisis terhadap
keterampilan-keterampilan yang perlu dilatihkan dan tahapan prosedur yang perlu
dilewati, juga harus dipertimbangkan keterampilan apa yang telah dimiliki siswa
saat mulai mengikuti pengajaran. Yang penting juga untuk diidentifikasi adalah
karakteristik khusus siswa yang mungkin ada hubungannya dengan rancangan
aktivitas-aktivitas pengajaran.
4.
Merumuskan tujuan
kinerja (write performance objectives)
Berdasarkan analisis instruksional dan
pernyataan tentang tingkah laku awal siswa, selanjutnya akan dirumuskan
pernyataan khusus tentang apa yang harus dilakukan siswa setelah menyelesaikan
pembelajaran.
5.
Pengembangan tes
acuan patokan (developing
criterian-referenced test items)
Pengembangan tes acuan patokan didasarkan pada
tujuan yang telah dirumuskan, pengembangan butir assesmen untuk mengukur kemampuan siswa
seperti yang diperkirakan dalam tujuan.
6.
Pengembangan
strategi pengajaran (develop instructional
strategy)
Informasi dari lima tahap sebelumnya, maka
selanjutnya akan mengidentifikasi yang akan digunakan untuk mencapai tujuan
akhir. Strategi akan meliputi aktivitas prainstruksional, penyampaian
informasi, dan praktek.
7.
Pengembangan atau
memilih pengajaran (develop and select instructional
materials)
Tahap ini akan digunakan strategi pengajaran
untuk menghasilkan pengajaran/bahan ajar yang akan digunakan.
8.
Merancang dan
melaksanakan evaluasi formatif (design and conduct formative evaluation)
Evaluasi dilakukan untuk mengumpulkan data
yang akan digunakan untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan program
pembelajaran. Hasil dari evaluasi formatif dapat digunakan sebagai masukan atau
input untuk memperbaiki draft program.
9.
Menulis perangkat (design and conduct
summative evaluation)
Hasil-hasil pada tahap di atas dijadikan dasar
untuk menulis perangkat yang dibutuhkan. Hasil perangkat selanjutnya divalidasi
dan diujicobakan di kelas/diimplementasikan di kelas.
10. Revisi pengajaran (instructional revitions)
Data yang diperoleh dari prosedur evaluasi
formatif dirangkum dan ditafsirkan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan yang
dimiliki oleh program pembelajaran. Merancang dan Mengembangkan evaluasi sumatif (design and conduct summative evaluation).
Evaluasi sumatif merupakan jenis evaluasi yang berbeda dengan evaluasi
formatif. Evaluasi sumatif dilakukan setelah program selesai dievaluasi secara
formatif dan direvisi sesuai dengan standar yang digunakan oleh perancang.
C. Perbedaan Model Pembelajaran dan Model Pengembangan
Model-model
pembelajaran berbasis pada pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada
konsep pembelajaran mutakhir. Sedangkan Model pengembangan menggunakan
pendekatan dari desain system pembelajaran yang meliputi analisis, desain,
pengembangan, implementasi dan evaluasi. (Benny, 2010).
Komponen Model Pembelajaran
1. Sintaks (Syntax)
2. Prinsip Reaksi (Principle of Reaction)
3.
Sistem-Sosial (social system)
4.
Sistem Pendukung (Support System)
5. Dampak instuksional (Instructional effects)
6.
Dampak Pengiring (nurturant effect)
Komponen Model Pengembangan
1. Identifikasi tujuan (identity instructional goals).
2. Melakukan analisis instruksional (conducting a goal
analysis).
3. Mengidentifikasi tingkah laku awal/karakteristik siswa
(identity entry behaviours, characteristic).
4. Merumuskan tujuan kinerja (write performance
objectives).
5. Pengembangan tes acuan patokan (developing criterian-referenced
test items).
6. Pengembangan strategi pengajaran (develop
instructional strategy).
7. Pengembangan atau memilih pengajaran (develop and
select instructional materials).
8. Merancang dan melaksanakan evaluasi formatif
(design and conduct formative evaluation).
9. Menulis perangkat (design and conduct summative evaluation).
10. Revisi pengajaran (instructional revitions).
Suparman
menyebut pengembangan pembelajaran sebagai suatu proses yang sistematik meliputi identifikasi
masalah, pengembangan strategi dan bahan instruksional, serta evaluasi terhadap
strategi dan bahan instruksional dalam mencapai tujuan pembelajaran secara
efektif dan efisien (Suparman, 1991).
D. Jenis
– Jenis Model Pembelajaran
1. Model Pembelajaran Kooperatif
Jigsaw
Langkah-langkah
pembelajaran Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw adalah sebagai
berikut:
a.
Kelompok cooperative ( awal )
1.
Siswa dibagi kedalam kelompok kecil yang
beranggotakan 3 – 5 orang.
2.
Bagikan wacana atau tugas yang sesuai dengan
materi yang diajarkan.
3.
Masing-masing siswa dalam kelompok
mendapatkan wacana/tugas yang berbeda-beda dan memahami informasi yang ada
didalamnya.
b.
Kelompok Ahli
1.
Kumpulkan masing-masing siswa yang memiliki
wacana / tugas yang sama dalam satu kelompok sehingga jumlah kelompok ahli
sesuai dengan wacana / tugas yang telah dipersiapakan oleh guru.
2.
Dalam kelompok ahli ini tugaskan agar siswa
belajar bersama untuk menjadi ahli sesuai dengan wacana / tugas yang menjadi
tanggung awabnya.
3.
Tugaskan bagi semua anggota kelompok ahli
untuk memahami dan dapat menyampaikan informasi tentang hasil dari wacana/tugas
yang telah dipahami kepada kelompok cooperative.
4.
Apabila tugas sudah selesai dikerjakan dalam
kelompok ahli masing-masing siswa kembali kelompok cooperative (awal).
5.
Beri kesempatan secara bergiliran
masing-masing siswa untuk menyampaikan hasil dari tugas di kelompok ahli.
6.
Apabila kelompok sudah menyelesaikan
tugasnya, secara keseluruhan masing-masing kelompok melaporkan hasilnya dan
guru memberi klarifikasi.
2. Model
Pembelajaran Kooperatif Numberd Heads Together
Dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992) Teknik
ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan
mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, teknik ini juga
mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka. Teknik ini juga
digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.
Langkah-langkah pembelajaran Model Pembelajaran
Kooperatif Numberd Heads Together sebagai berikut:
- Siswa dibagi dalam beberapa kelompok. Setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor urut.
- Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
- Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban ini.
- Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerja sama mereka.
- Tanggapan dari kelompok yang lain.
- Teknik Kepala Bernomor ini juga dapat dilanjutkan untuk mengubah komposisi kelompok yang biasanya dan bergabung dengan siswa-siswa lain yang bernomor sama dari kelompok lain.
3. Model Pembelajaran Kooperatif
Group To Group Exchange
Model pembelajaran Pertukaran Kelompok Mengajar
ini, tugas yang berbeda diberikan kepada kelompok peserta didik yang
berbeda. Masing-masing kelompok “mengajar” apa yang telah dipelajari untuk sisa
kelas.
Langkah-langkah pembelajaran Model
Pembelajaran Kooperatif Group To Group Exchange sebagai berikut :
- Pilihlah sebuah topik yang mencakup perbedaan ide, kejadian, posisi, konsep, pendekatan untuk ditugaskan. Topik haruslah sesuatu yang mengembangkan sebuah pertukaran pandangan atau informasi (kebalikan teknik debat).
- Bagilah kelas ke dalam beberapa kelompok, jumlah kelompok sesuai jumlah tugas. Diusahakan tugas masing-masing kelompok berbeda.
- Berikan cukup waktu untuk berdiskusi dan mempersiapkan bagaimana mereka dapat menyajikan topik yang telah mereka kerjakan.
- Bila diskusi telah selesai, mintalah kelompok memilih seorang juru bicara. Undanglah setiap juru bicara menyampaikan kepada kelompok lain.
- Setelah presentasi singkat, doronglah peserta didik bertanya pada presenter atau tawarkan pandangan mereka sendiri. Biarkan anggota juru bicara kelompok menanggapi.
- Lanjutkan sisa presentasi agar setiap kelompok memberikan informasi dan merespon pertanyaan juga komentar peserta. Bandingkan dan bedakan pandangan serta informasi yang saling ditukar.
4. Model Pembelajaran Kooperatif
Decision Making
Pemecahan masalah (problem solving) adalah suatu bentuk
cara belajar aktif yang mengembangkan kemampuan anak untuk berfikir dan bertindak
secara logis, kreatif dan krisis untuk memecahkan masalah. Dalam Proses Belajar
Mengajar masalah yang dikemukakan anak antara lain dapat dipecahkan melalui
diskusi, opservasi, klasifikasi, pengukuran, penarikan kesimpulan serta
pembuktian hipotesis. Pemecahan maslah sangat penting diterapkan dan dipadukan
dalam Proses Belajar Mengajar agar anak: dapat mengembangkan cara berpikir
memecahkan masalah yang dijumpai sehari-hari baik dilingkungan terdekatnya
maupun dilingkungan masyarakat yang lebih luas. Anak juga Dibekali kemampuan
menghadapi tantangan baru yang akan muncul dalam kehidupannya dimasa depan
sesuai dengan tanda-tanda jaman dan anak ibekali kemampuan dasar bagaimana
menanggapi masalah merumuskan masalah dan memilih alternatif pemecahan secara
tepat.
Menurut John Dewey pengambilan keputusan
(decision making) tidak jarang disamakan dengan berpikir kritis, pemecahan
masalah dengan berpikir logis serta berpikir replektif. Berpikir kritis
(critical thinking) untuk sampai suatu kesimpulan diawali dengan pertanyaan dan
pertimbangan kebenaran serta nilai apa yang sebenarnya ada dalam pertanyaan
itu.
Langkah-langkah Model Pembelajaran
Kooperatif Decision Making adalah sebagai berikut:
- Informasi tujuan dan Perumusan masalah.
- Secara klasikal tayangkan gambar, wacana atau kasus permasalahan yang sesuai dengan materi pelajaran atau kompetensi yang diharapkan
- Buatlah pertanyaan agar siswa dapat merumuskan permasalahan sesuai dengan gambar, wacana atau kasus yang disajikan.
- Secara kelompok siswa diminta mengidentifikasikan permasalahan dan membuat alternatif pemecahannya.
- Secara kelompok/individu siswa diminta mengidentifikasi permasalahan yang terdapat dilingkungan sekitar siswa yang sesuai dengan materi yang dibahas dan cara pemecahannya.
- Secara kelompok/individu siswa diminta mengemukakan alasan mereka menilih alternatif tersebut.
- Secara kelompok/individu siswa diminta mencari penyebab terjadinya masalah tersebut.
- Secara kelompok/individu siswa diminta mengemukakan tindakan untuk mencegah terjadinya masalah tersebut.
5. Model Analisis Kasus
Ada dua pertimbangan yang dijadikan landasan
bahwa model pembelajaran analisis kasus sangat penting dalam pengajaran
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan nilai, moral, norma yaitu
pertama, dunia dan potensi serta proses afektual peserta didik hanya dapat bergetar
dan terlibatkan apabila ada media stimulus (perangsang) yang menggetarkan.
Kedua, proses afektual sukar terjadi melalui bahan ajar yang konsepsional,
teoritik dan normatif. Bahan ajar ini masih harus diolah dan dimanipulasi oleh
guru menjadi media stimulus afektif berkadar tinggi.
Langkah pembuatan dan penggunaan model pembelajaran
analisis kasus adalah sebagai berikut.
- Menganalisis standar Kompetensi, Kompetensi Dasar yang akan dijarakan, kemudian tentukan pencapaian target nilai-moral yang diharapkan melalui perumusan indikator pembelajaran.
- Membuat ceritera dari suatu peristiwa yang pernah atau sering terjadi. Cerita tersebut mengandung nilai-moral dilematis dan sesuai dengan target nilai-moral harapan.
- Usahakan ceritera yang telah disiapkan itu diperbanyak sejumlah siswa, sehingga semua siswa mempunyai kesempatan yang sama untuk mempelajari ceritera tersebut.
- Pada saat pelaksanaan beri kesempatan kepada siswa untuk membaca ceritera itu sekitar 3- 5 menit, kemudian beberapa siswa diminta komentarnya terhadap materi ceritera itu.
6. Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Talking Chips
Talking adalah sebuah kata yang diambil dari
bahasa inggris yang berarti berbicara, sedangkan chips yang berarti kartu. Jadi
arti talking chips adalah kartu untuk berbicara. Sedangkan talking chips dalam
pembelajaran kooperatif yaitu pembelajaran yang dilakukan dalam kelompok kecil
yang terdiri atas 4-5 orang, masing-masing anggota kelompok membawa sejumlah
kartu yang berfungsi untuk menandai apabila mereka telah berpendapat dengan
memasukkan kartu tersebut ke atas meja. Model pembelajaran talking chips atau
kancing gemerincing merupakan salah satu model pembelajaran yang menggunakan
metode pembelajaran kooperatif.
7. Model Pembelajaran Penemuan
(Discovery Learning)
Metode Discovery Learning adalah teori
belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila
pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi
diharapkan mengorganisasi sendiri. Sebagaimana pendapat Bruner, bahwa: “Discovery
Learning can be defined as the learning that takes place when the student is
not presented with subject matter in the final form, but rather is required to
organize it him self” (Lefancois dalam Emetembun, 1986:103). Dasar ide Bruner
ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif
dalam belajar di kelas.
Berikut ini langkah-langkah dalam
mengaplikasikan model discovery learning di kelas.
- Langkah Persiapan Metode Discovery Learning
1.
Menentukan tujuan pembelajaran.
2.
Melakukan identifikasi karakteristik siswapeserta
didik (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya).
3.
Memilih materi pelajaran.
4.
Menentukan topik-topik yang harus dipelajari
siswapeserta didik secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi).
5.
Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa
contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa peserta
didik.
6.
Mengatur topik-topik pelajaran dari yang
sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif,
ikonik sampai ke simbolik.
7.
Melakukan penilaian proses dan hasil belajar
siswap eserta didik.
- Prosedur Aplikasi Metode Discovery Learning
Menurut Syah (2004:244) dalam mengaplikasikan metode
Discovery Learning di kelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan
dalam kegiatan belajar mengajar secara umum sebagai berikut:
8. Model Pembelajaran Problem Based Learning
(PBL)
Problem Based Learning (PBL) adalah kurikulum
dan proses pembelajaran. Dalam kurikulumnya, dirancang masalah-masalah yang
menuntut peserta didik mendapat pengetahuan penting, yang membuat mereka mahir
dalam memecahkan masalah, dan memiliki model belajar sendiri serta memiliki
kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajarannya menggunakan
pendekatan yang sistemik untuk memecahkan masalah atau menghadapi tantangan
yang nanti diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran berbasis masalah merupakan
sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga
merangsang peserta didik untuk belajar. Dalam kelas yang menerapkan
pembelajaran berbasis masalah, peserta didik bekerja dalam tim untuk memecahkan
masalah dunia nyata (real world).
Tujuan dan hasil dari model pembelajaran
berbasis masalah ini adalah:
- Keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah.
- Pembelajaran berbasis masalah ini ditujukan untuk mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi.
- Pemodelan peranan orang dewasa.
- Bentuk pembelajaran berbasis masalah penting menjembatani gap antara pembelajaran sekolah formal dengan aktivitas mental yang lebih praktis yang dijumpai di luar sekolah. Berikut ini aktivitas-aktivitas mental di luar sekolah yang dapat dikembangkan.
- PBL mendorong kerjasama dalam menyelesaikan tugas.
- PBL memiliki elemen-elemen magang. Hal ini mendorong pengamatan dan dialog dengan yang lain sehingga peserta didik secara bertahap dapat memi peran yang diamati tersebut.
- PBL melibatkan peserta didik dalam penyelidikan pilihan sendiri, yang memungkinkan mereka menginterpretasikan dan menjelaskan fenomena dunia nyata dan membangun femannya tentang fenomena itu.
- Belajar Pengarahan Sendiri (self directed learning).
- Pembelajaran berbasis masalah
berpusat pada peserta didik. Peserta didik harus dapat menentukan sendiri
apa yang harus dipelajari, dan dari mana informasi harus diperoleh, di
bawah bimbingan guru.
Sumber: Rusman. 2013. Model Model Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers.
Sumbernya mana barbie?
BalasHapus